Oleh Darminto M. Sudarmo
HUMOR, dalam beberapa kasus, tak beda dengan karya sastra. Ia juga dikisruhkan oleh tema dan topik. Ada tema atau topik yang demikian tipikalnya sehingga hanya sekelompok orang tertentu saja yang dapat memahami persoalannya. Makin gawat lagi bila persoalan yang diangkat menyangkut masalah symbol atau local contents yang makin menyempit, maka ruang pemahaman terhadap konteks itu hanya dapat dipahami orang-orang tertentu pula. Namun dengan adanya penyebaran informasi yang amat luas, adakalanya humor-humor bermuatan lokal juga dapat diakses dan dipahami oleh orang-orang di luar konteks budaya tersebut.
Orang Jawa yang melepas selop saat masuk lift atau telepon umum, orang Sunda yang lebih fasih mengucapkan huruf p ketimbang f, maupun orang Bali dan Aceh yang mengucapkan huruf t dengan tekanan khusus, adalah hal-hal yang sudah menjadi pemahaman dan permakluman bersama. Sebagaimana gurauan Dr. George Aditjondro, t di Bali diartikan turis dan t di Aceh diartikan teroris, maka orang bisa saja memberi tambahan: di Tabanan dan Buleleng t juga diartikan tawuran!
Agar penyelaman ke dalam makna kontekstual-universal yang makin silang lilit ini tak nyasar ke mana-mana, tak ada salahnya kita menyimak tiga contoh humor di bawah ini, diambil dari buku GAM (Geerr Aceh Merdeka), hal. 81, 105, dan 109, terbitan Garba Budaya Sahabat Aceh, setidaknya untuk kajian perbandingan.
Kita mulai dengan humor yang berjudul Terimakasih untuk Tentara. Ada seorang petani dari Kabupaten Pidie, menulis surat ke anaknya di penjara Nusakambangan karena dituduh terlibat GAM; bunyinya: “Hasan, bapakmu ini sudah tua, sekarang sedang musim tanam jagung, dan kamu di penjara pula, siapa yang mau bantu bapak mencangkul kebun jagung ini?” Anaknya membalas beberapa minggu kemudian, “Demi Allah, jangan cangkul itu kebun, saya tanam senjata di sana.” Besoknya, setelah si bapak terima surat, datang satu peleton tentara dari Banda Aceh; tanpa banyak bicara, mereka segera ke kebun jagung dan sibuk seharian mencangkul tanah di kebun tersebut. Setelah mereka pergi, kembali si bapak tulis surat kepada anaknya, “Hasan, setelah bapak terima suratmu, datang satu peleton tentara mencari senjata di kebun jagung kita tanpa hasil, apa yang harus bapak lakukan sekarang?” Si anak kembali balas surat tersebut, “Sekarang bapak mulai tanam jagung saja, kan sudah dicangkul sama tentara, dan jangan lupa mengucapkan terimakasih pada mereka.”
Wartawan. Suatu hari, satu regu prajurit TNI menyeberangi sungai Krueng Aceh, yang membelah Banda Aceh. Di tengah sungai, buaya-buaya yang ganas menelan bulat-bulat prajurit tersebut. Apa boleh buat, senjata M –16 tidak mampu menghadapi buaya itu. Esoknya, dikirim satu kompi polisi . Nasib sama terulang lagi. Semua gugur di mulut buaya. Senjata SS – 1 tak berdaya menghadapi serangan membabi buta dari gerombolan buaya. Hari ketiga, giliran angkatan GAM yang diterjunkan ke sana. Lagi-lagi mereka pun mengalami nasib yang tragis. AKA – 47 milik GAM menjadi loyo melawan barisan buya krueng (buaya sungai). Hari keempat datang konvoi lain. Kali ini para buaya jadi keheranan. Konvoi ini tidak menyandang satu senjata pun. Yang tergantung hanya secuil kertas bertuliskan: Pers. Buaya pikir ini lebih mudah lagi untuk memakannya. Namun tiba-tiba komandan buaya berteriak, “Stop! Itu rombongan wartawan. Jangan diganggu. Mereka lebih buaya daripada kita!”
Intel Inside. Suatu ketika, militer menyerahkan seperangkat komputer kepada para pemuda di salah satu desa di Aceh. Namun apa lacur, mereka membuang komputer tersebut ke laut. Pasalnya, di komputer tersebut tertulis kalimat, “Intel Inside”.
Humor berjudul Terimakasih untuk Tentara dapat dijadikan model humor tipikal Aceh, sangat konteks dengan semangat Aceh; bahkan oleh orang Aceh sendiri itu diakui sebagai tipu ala Aceh. Kendatipun persoalannya sangat khas dan hanya ada di Aceh, namun pembaca dari latar belakang budaya manapun tentu dapat memahami humor tersebut, apalagi bila referensinya juga ditunjang oleh berita-berita di media massa cetak dan elektronik. Sementara itu, humor berjudul Wartawan dan Intel Inside, dapat saja dimodifikasi untuk dilekatkan pada humor dengan tema lain; misalnya: Humor Papua, Maluku atau Poso. Tidak ada yang spesifik di sana; kecuali wilayah konflik dan adanya pendudukan militer.
Lalu humor-humor universal, seberapa universalnya? Mungkinkah ia tak terkait dengan masalah konteks atau ikon lokal yang sangat tipikal dan tak terdapat di tempat lain? Pertanyaan ini pun mengundang jawaban yang kisruh. Dalam usia peradaban umat manusia yang sudah demikian tinggi mungkinkah kebudayaan suatu bangsa tidak mempengaruhi kebudayaan bangsa lain? Contoh-contoh lelucon yang diambil dari buku Humor SMS, Guyon Demokrasi dan Guyon SexGar, terbitan Kombat Publishers berikut dapat menambah ramainya persepsi yang berkembang dan simpang siur itu.
Humor SMS
Sebagaimana lazimnya SMS (Short Message Service), maka bahasa yang digunakan pun singkat, padat, lugas dan bergegas. Kita mulai dari humor yang berjudul Pemabuk. Di mana rumahmu! Bentak polisi pada seorang pemabuk. “Itu!” sambil menunjuk rumah mewah, polisi tercengang, lalu sebuah mobil mewah masuk. “Itu mobil saya,” polisi tambah kagum. Seorang wanita cantik turun dari pintu kiri. “Itu istri saya.” Kemudian disusul laki-laki turun dari pintu kanan mobil itu juga. “Nha ..kalau itu saya, Pak.” Langsung pemabuk itu digiring ke kantor polisi.
Istri Setia. Istri saya setia, waktu saya masuk penjara dia hamil 6 bulan, begitu setahun saya keluar dia tetap hamil 6 bulan.
Dokter Gigi. Jangan mau punya suami dokter gigi dan pegawai telkom, soalnya kalo dokter gigi, goyang dikit saja, langsung dicabut, sedangkan pegawai telkom maunya cepat selesai, takut pulsanya tinggi.
Phone a Friend. Setelah nonton “Who Wants to Be a Millioner” suami ngajak making love istri tapi ditolak.”Oke,“ kata suami, “Saya gunakan fasilitas phone a friend.”
Alkohol. Hai orang-orang budiman, janganlah kau minum minuman beralkohol, karena alkohol itu minuman setan, kalau kau tetap minum terus, lha nanti setan minum apa.
Guyon Demokrasi
Beda dengan humor-humor SMS, humor-humor demokrasi agak menuntut pemikiran dan wawasan yang lebih. Paling tidak, pembacanya adalah orang-orang yang punya perhatian pada masalah sosial politik. Rajin mengikuti berita di koran/majalah atau televisi. Dengan kata lain, pembaca atau penikmat yang klop untuk humor-humor jenis ini adalah kalangan educated people dan up to date. Kita mulai dari humor yang berjudul Memutarbalikkan Fakta. Sambil marah-marah, seorang pengurus partai memasuki kantor redaksi sebuah suratkabar yang telah memuat beritanya pagi itu. "Kalian dengan sengaja telah memutarbalikkan apa yang saya katakan semalam! Koran kalian telah memuat kebohongan!" "Sabar, Pak! Anda tidak bisa marah-marah begini. Apa kata dunia nanti bila kami memuat sesuatu yang benar tentang Anda?!"
Uji Kasus Soal Pilihan. Seorang politikus dari Partai Republik dengan rajin mendatangi setiap rumah untuk memastikan memilih partainya. "Tidak," kata seorang laki-laki yang dikunjunginya, "ayah saya seorang demokrat, begitu juga kakek saya. Saya tidak akan memilih partai selain Demokrat." "Itu bukan alasan yang tepat," sahut si orang Partai Republik, "apakah kalau ayah Anda dan kakek Anda pencuri kuda, akan
membuat Anda jadi pencuri kuda juga?" "Tidak," jawab si Demokrat, "dalam kasus seperti itu, saya kira, saya akan menjadi pengikut Partai Republik!"
Politik Uang Salah Alamat. "Orang-orang asing ini sudah pasti tidak boleh ikut memilih, Pak," kata seorang penduduk melapor kepada anggota pimpinan partai. "Itulah yang membuatku bingung. Sepertinya, separuh dari mereka adalah orang-orang yang kuberi uang kemarin. Tapi yang mana, ya, aku tak ingat lagi."
Peramal dan Politikus. Seorang politikus muda berjalan-jalan di sebuah taman. Ketika dia melalui seorang peramal, dia berhenti. Si peramal langsung saja berceloteh. "Tuan, Tuan sudah menikah, bukan?" "Betul." "Anak Tuan dua, bukan? Laki-laki semuanya?" "Ya, betul." "Tuan pengikut Partai Republik?" "Nah, Anda sudah berbuat kekeliruan dalam ramalan Anda! Itu masih tergantung! Peramal lain mengatakan saya akan dapat suara lebih banyak bila di Partai Demokrat!"
Guyon SexGar
Berbeda dengan humor seks lain yang cenderung vulgar dan mengeksploitasi seks dalam pengertian sebanal-banalnya, humor-humor seks yang dicontohkan dalam kasus ini, sama sekali jauh dari motif itu. Yang ada adalah sport logika seputar seks atau para pelaku dalam bingkai humor dan tetap elegan.
Kita mulai dari humor yang berjudul Ranjang Kembar. John bercerita pada teman sekantornya. "Kehidupan seks kami semakin membaik sejak kami, saya dan istri, punya ranjang kembar." "Bagaimana kejadiannya?" "Kami mendapatkannya di rumah yang berbeda."
Cuma Seorang Suami. Broto menatap wajah pacar gelapnya yang sangat ia cintai.
"Saya sakit hati. Kemarin saya melihatmu berjalan dengan laki-laki lain." "Nggak usah cengeng, deh. Itu kan cuma suamiku. Percayalah, nggak ada laki-laki lain selain kamu."
Dua Lima Ribu Siap Apa Saja. Pria yang memakai mobil merah itu berhenti di pinggir jalan, ketika seorang bencong yang mengenakan pakaian ketat dan rias yang medok melambai-lambaikan tangannya. Bencong itu berbisik, menggoda, "Untuk dua puluh lima ribu rupiah, saya akan melakukan apa saja yang kamu minta." "Tolong catkan rumahku," kata laki-laki itu sambil memberikan uang.
Tiga Kata yang Menyebalkan. "Tiga kata apakah yang tidak ingin Anda dengarkan ketika sedang bercinta?" "Sayang, saya pulang!"
Bagaimana Bisa Mengganggu? Begitu mendengar pacarnya dirawat di rumah sakit, bergegaslah Joni ke sana dan bertanya pada dokter. "Sebaiknya jangan diganggu dulu, ia masih sangat lelah," sahut dokter, serius. "Bagaimana aku akan mengganggunya di tempat umum macam begini, Dok. Di rumah pun kami biasa mencari kesempatan baik, setelah orang tuanya tidur," ujar Joni dengan nada sinis.
Dari contoh-contoh humor di atas, akhirnya terbukti bahwa polarisasi antara kontekstual -universal sepertinya akan sampai pada tahap gurauan belaka. Transformasi di bidang komunikasi telah menjembatani berbagai kemustahilan dan kemuskilan. Setidaknya itu yang tampak pada contoh-contoh humor yang ada dalam artikel ini. Oleh karena itu, salah satu contoh humor paling kontekstual mungkin dapat digambarkan di bawah ini. Tersebutlah sebuah komunitas yang beranggotakan tujuh orang peminat humor atau joke. Mereka punya jadwal yang sangat ketat untuk nge-joke setiap minggunya. Sehingga untuk joke-joke yang tergolong lucu dan kuat mereka sepakat memberi nomor. Misalnya joke nomor 1 tentang mincing, nomor 2 tentang pemabuk dan seterusnya. Hingga pada suatu ketika mereka berpisah karena tugas. Bertahun-tahun ketujuh orang ini tak pernah bertemu, sehingga mereka berencana mengadakan reuni. Ketika reuni tiba, masing-masing mendapat giliran untuk memberi sambutan (maksudnya: nge-joke). Dengan enteng Si A, maju dan berkata: Joke nomor 3! Dan enam orang lain langsung merespon dengan ketawa terbahak-bahak. Bagaimana dengan anak-anak dan istri-istri mereka? Hanya bengong tak mengerti, karena joke yang dibawakan Si A memang sangat kontekstual!
HUMOR, dalam beberapa kasus, tak beda dengan karya sastra. Ia juga dikisruhkan oleh tema dan topik. Ada tema atau topik yang demikian tipikalnya sehingga hanya sekelompok orang tertentu saja yang dapat memahami persoalannya. Makin gawat lagi bila persoalan yang diangkat menyangkut masalah symbol atau local contents yang makin menyempit, maka ruang pemahaman terhadap konteks itu hanya dapat dipahami orang-orang tertentu pula. Namun dengan adanya penyebaran informasi yang amat luas, adakalanya humor-humor bermuatan lokal juga dapat diakses dan dipahami oleh orang-orang di luar konteks budaya tersebut.
Orang Jawa yang melepas selop saat masuk lift atau telepon umum, orang Sunda yang lebih fasih mengucapkan huruf p ketimbang f, maupun orang Bali dan Aceh yang mengucapkan huruf t dengan tekanan khusus, adalah hal-hal yang sudah menjadi pemahaman dan permakluman bersama. Sebagaimana gurauan Dr. George Aditjondro, t di Bali diartikan turis dan t di Aceh diartikan teroris, maka orang bisa saja memberi tambahan: di Tabanan dan Buleleng t juga diartikan tawuran!
Agar penyelaman ke dalam makna kontekstual-universal yang makin silang lilit ini tak nyasar ke mana-mana, tak ada salahnya kita menyimak tiga contoh humor di bawah ini, diambil dari buku GAM (Geerr Aceh Merdeka), hal. 81, 105, dan 109, terbitan Garba Budaya Sahabat Aceh, setidaknya untuk kajian perbandingan.
Kita mulai dengan humor yang berjudul Terimakasih untuk Tentara. Ada seorang petani dari Kabupaten Pidie, menulis surat ke anaknya di penjara Nusakambangan karena dituduh terlibat GAM; bunyinya: “Hasan, bapakmu ini sudah tua, sekarang sedang musim tanam jagung, dan kamu di penjara pula, siapa yang mau bantu bapak mencangkul kebun jagung ini?” Anaknya membalas beberapa minggu kemudian, “Demi Allah, jangan cangkul itu kebun, saya tanam senjata di sana.” Besoknya, setelah si bapak terima surat, datang satu peleton tentara dari Banda Aceh; tanpa banyak bicara, mereka segera ke kebun jagung dan sibuk seharian mencangkul tanah di kebun tersebut. Setelah mereka pergi, kembali si bapak tulis surat kepada anaknya, “Hasan, setelah bapak terima suratmu, datang satu peleton tentara mencari senjata di kebun jagung kita tanpa hasil, apa yang harus bapak lakukan sekarang?” Si anak kembali balas surat tersebut, “Sekarang bapak mulai tanam jagung saja, kan sudah dicangkul sama tentara, dan jangan lupa mengucapkan terimakasih pada mereka.”
Wartawan. Suatu hari, satu regu prajurit TNI menyeberangi sungai Krueng Aceh, yang membelah Banda Aceh. Di tengah sungai, buaya-buaya yang ganas menelan bulat-bulat prajurit tersebut. Apa boleh buat, senjata M –16 tidak mampu menghadapi buaya itu. Esoknya, dikirim satu kompi polisi . Nasib sama terulang lagi. Semua gugur di mulut buaya. Senjata SS – 1 tak berdaya menghadapi serangan membabi buta dari gerombolan buaya. Hari ketiga, giliran angkatan GAM yang diterjunkan ke sana. Lagi-lagi mereka pun mengalami nasib yang tragis. AKA – 47 milik GAM menjadi loyo melawan barisan buya krueng (buaya sungai). Hari keempat datang konvoi lain. Kali ini para buaya jadi keheranan. Konvoi ini tidak menyandang satu senjata pun. Yang tergantung hanya secuil kertas bertuliskan: Pers. Buaya pikir ini lebih mudah lagi untuk memakannya. Namun tiba-tiba komandan buaya berteriak, “Stop! Itu rombongan wartawan. Jangan diganggu. Mereka lebih buaya daripada kita!”
Intel Inside. Suatu ketika, militer menyerahkan seperangkat komputer kepada para pemuda di salah satu desa di Aceh. Namun apa lacur, mereka membuang komputer tersebut ke laut. Pasalnya, di komputer tersebut tertulis kalimat, “Intel Inside”.
Humor berjudul Terimakasih untuk Tentara dapat dijadikan model humor tipikal Aceh, sangat konteks dengan semangat Aceh; bahkan oleh orang Aceh sendiri itu diakui sebagai tipu ala Aceh. Kendatipun persoalannya sangat khas dan hanya ada di Aceh, namun pembaca dari latar belakang budaya manapun tentu dapat memahami humor tersebut, apalagi bila referensinya juga ditunjang oleh berita-berita di media massa cetak dan elektronik. Sementara itu, humor berjudul Wartawan dan Intel Inside, dapat saja dimodifikasi untuk dilekatkan pada humor dengan tema lain; misalnya: Humor Papua, Maluku atau Poso. Tidak ada yang spesifik di sana; kecuali wilayah konflik dan adanya pendudukan militer.
Lalu humor-humor universal, seberapa universalnya? Mungkinkah ia tak terkait dengan masalah konteks atau ikon lokal yang sangat tipikal dan tak terdapat di tempat lain? Pertanyaan ini pun mengundang jawaban yang kisruh. Dalam usia peradaban umat manusia yang sudah demikian tinggi mungkinkah kebudayaan suatu bangsa tidak mempengaruhi kebudayaan bangsa lain? Contoh-contoh lelucon yang diambil dari buku Humor SMS, Guyon Demokrasi dan Guyon SexGar, terbitan Kombat Publishers berikut dapat menambah ramainya persepsi yang berkembang dan simpang siur itu.
Humor SMS
Sebagaimana lazimnya SMS (Short Message Service), maka bahasa yang digunakan pun singkat, padat, lugas dan bergegas. Kita mulai dari humor yang berjudul Pemabuk. Di mana rumahmu! Bentak polisi pada seorang pemabuk. “Itu!” sambil menunjuk rumah mewah, polisi tercengang, lalu sebuah mobil mewah masuk. “Itu mobil saya,” polisi tambah kagum. Seorang wanita cantik turun dari pintu kiri. “Itu istri saya.” Kemudian disusul laki-laki turun dari pintu kanan mobil itu juga. “Nha ..kalau itu saya, Pak.” Langsung pemabuk itu digiring ke kantor polisi.
Istri Setia. Istri saya setia, waktu saya masuk penjara dia hamil 6 bulan, begitu setahun saya keluar dia tetap hamil 6 bulan.
Dokter Gigi. Jangan mau punya suami dokter gigi dan pegawai telkom, soalnya kalo dokter gigi, goyang dikit saja, langsung dicabut, sedangkan pegawai telkom maunya cepat selesai, takut pulsanya tinggi.
Phone a Friend. Setelah nonton “Who Wants to Be a Millioner” suami ngajak making love istri tapi ditolak.”Oke,“ kata suami, “Saya gunakan fasilitas phone a friend.”
Alkohol. Hai orang-orang budiman, janganlah kau minum minuman beralkohol, karena alkohol itu minuman setan, kalau kau tetap minum terus, lha nanti setan minum apa.
Guyon Demokrasi
Beda dengan humor-humor SMS, humor-humor demokrasi agak menuntut pemikiran dan wawasan yang lebih. Paling tidak, pembacanya adalah orang-orang yang punya perhatian pada masalah sosial politik. Rajin mengikuti berita di koran/majalah atau televisi. Dengan kata lain, pembaca atau penikmat yang klop untuk humor-humor jenis ini adalah kalangan educated people dan up to date. Kita mulai dari humor yang berjudul Memutarbalikkan Fakta. Sambil marah-marah, seorang pengurus partai memasuki kantor redaksi sebuah suratkabar yang telah memuat beritanya pagi itu. "Kalian dengan sengaja telah memutarbalikkan apa yang saya katakan semalam! Koran kalian telah memuat kebohongan!" "Sabar, Pak! Anda tidak bisa marah-marah begini. Apa kata dunia nanti bila kami memuat sesuatu yang benar tentang Anda?!"
Uji Kasus Soal Pilihan. Seorang politikus dari Partai Republik dengan rajin mendatangi setiap rumah untuk memastikan memilih partainya. "Tidak," kata seorang laki-laki yang dikunjunginya, "ayah saya seorang demokrat, begitu juga kakek saya. Saya tidak akan memilih partai selain Demokrat." "Itu bukan alasan yang tepat," sahut si orang Partai Republik, "apakah kalau ayah Anda dan kakek Anda pencuri kuda, akan
membuat Anda jadi pencuri kuda juga?" "Tidak," jawab si Demokrat, "dalam kasus seperti itu, saya kira, saya akan menjadi pengikut Partai Republik!"
Politik Uang Salah Alamat. "Orang-orang asing ini sudah pasti tidak boleh ikut memilih, Pak," kata seorang penduduk melapor kepada anggota pimpinan partai. "Itulah yang membuatku bingung. Sepertinya, separuh dari mereka adalah orang-orang yang kuberi uang kemarin. Tapi yang mana, ya, aku tak ingat lagi."
Peramal dan Politikus. Seorang politikus muda berjalan-jalan di sebuah taman. Ketika dia melalui seorang peramal, dia berhenti. Si peramal langsung saja berceloteh. "Tuan, Tuan sudah menikah, bukan?" "Betul." "Anak Tuan dua, bukan? Laki-laki semuanya?" "Ya, betul." "Tuan pengikut Partai Republik?" "Nah, Anda sudah berbuat kekeliruan dalam ramalan Anda! Itu masih tergantung! Peramal lain mengatakan saya akan dapat suara lebih banyak bila di Partai Demokrat!"
Guyon SexGar
Berbeda dengan humor seks lain yang cenderung vulgar dan mengeksploitasi seks dalam pengertian sebanal-banalnya, humor-humor seks yang dicontohkan dalam kasus ini, sama sekali jauh dari motif itu. Yang ada adalah sport logika seputar seks atau para pelaku dalam bingkai humor dan tetap elegan.
Kita mulai dari humor yang berjudul Ranjang Kembar. John bercerita pada teman sekantornya. "Kehidupan seks kami semakin membaik sejak kami, saya dan istri, punya ranjang kembar." "Bagaimana kejadiannya?" "Kami mendapatkannya di rumah yang berbeda."
Cuma Seorang Suami. Broto menatap wajah pacar gelapnya yang sangat ia cintai.
"Saya sakit hati. Kemarin saya melihatmu berjalan dengan laki-laki lain." "Nggak usah cengeng, deh. Itu kan cuma suamiku. Percayalah, nggak ada laki-laki lain selain kamu."
Dua Lima Ribu Siap Apa Saja. Pria yang memakai mobil merah itu berhenti di pinggir jalan, ketika seorang bencong yang mengenakan pakaian ketat dan rias yang medok melambai-lambaikan tangannya. Bencong itu berbisik, menggoda, "Untuk dua puluh lima ribu rupiah, saya akan melakukan apa saja yang kamu minta." "Tolong catkan rumahku," kata laki-laki itu sambil memberikan uang.
Tiga Kata yang Menyebalkan. "Tiga kata apakah yang tidak ingin Anda dengarkan ketika sedang bercinta?" "Sayang, saya pulang!"
Bagaimana Bisa Mengganggu? Begitu mendengar pacarnya dirawat di rumah sakit, bergegaslah Joni ke sana dan bertanya pada dokter. "Sebaiknya jangan diganggu dulu, ia masih sangat lelah," sahut dokter, serius. "Bagaimana aku akan mengganggunya di tempat umum macam begini, Dok. Di rumah pun kami biasa mencari kesempatan baik, setelah orang tuanya tidur," ujar Joni dengan nada sinis.
Dari contoh-contoh humor di atas, akhirnya terbukti bahwa polarisasi antara kontekstual -universal sepertinya akan sampai pada tahap gurauan belaka. Transformasi di bidang komunikasi telah menjembatani berbagai kemustahilan dan kemuskilan. Setidaknya itu yang tampak pada contoh-contoh humor yang ada dalam artikel ini. Oleh karena itu, salah satu contoh humor paling kontekstual mungkin dapat digambarkan di bawah ini. Tersebutlah sebuah komunitas yang beranggotakan tujuh orang peminat humor atau joke. Mereka punya jadwal yang sangat ketat untuk nge-joke setiap minggunya. Sehingga untuk joke-joke yang tergolong lucu dan kuat mereka sepakat memberi nomor. Misalnya joke nomor 1 tentang mincing, nomor 2 tentang pemabuk dan seterusnya. Hingga pada suatu ketika mereka berpisah karena tugas. Bertahun-tahun ketujuh orang ini tak pernah bertemu, sehingga mereka berencana mengadakan reuni. Ketika reuni tiba, masing-masing mendapat giliran untuk memberi sambutan (maksudnya: nge-joke). Dengan enteng Si A, maju dan berkata: Joke nomor 3! Dan enam orang lain langsung merespon dengan ketawa terbahak-bahak. Bagaimana dengan anak-anak dan istri-istri mereka? Hanya bengong tak mengerti, karena joke yang dibawakan Si A memang sangat kontekstual!
0 comments:
Post a Comment